Mengenal Foury Akadiani Kusumaniyah, Peringkat Tiga Kejuaraan Dunia yang Kini Jadi Ketua Perpani Kota Madiun




MADIUN – Atlet panahan Kota Madiun baru saja mengukir prestasi ciamik di ajang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) VIII Jawa Timur beberapa waktu lalu. Total cabang olahraga (cabor) panahan berhasil mengemas satu medali emas dan empat medali perunggu. Dua atlet di antaranya juga berhasil menarik perhatian Persatuan Panahan Indonesia (Perpani) Jawa Timur untuk persiapan pra Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun ini.

Nah, kemonceran para atlet tersebut tak terlepas dari tangan dingin Foury Akadiani Kusumaniyah. Ketua Perpani Kota Madiun yang juga merangkap sebagai pelatih tersebut ternyata mantan atlet nasional yang juga peringkat ketiga kejuaraan dunia panahan. Seperti apa kisahnya?

Foury Akadiani Kusumaniyah masih cukup energik memimpin anak asuhnya berlatih di lapangan panahan Kelurahan Manisrejo, Kamis (28/9) lalu. Padahal, usianya sudah berkepala enam. Ya nenek empat cucu itu sudah berusia 61 tahun. Sebagian rambutnya juga sudah memutih. Namun, fisiknya masih segar bugar. Maklum, dia adalah mantan atlet nasional cabor panahan. Tak heran, kebugarannya masih terjaga sebagai hasil dari latihan kerasnya dulu.

‘’Saya terakhir kali ikut PON pada PON ke-18 di Pekan Baru. Itu tahun 2012. Total saya sudah ikut delapan kali gelaran PON,’’ kata Foury.

Foury memang atlet PON untuk kontingen Jawa Timur. Kali pertama membela Jawa Timur di ajang PON pada 1985 lalu. Pada gelaran PON ke-11 itu, Foury langsung moncer dengan mengemas tiga emas, empat perak, dan tiga perunggu. Satu atlet memang bisa mengikuti beberapa nomor. Kala itu, dia turun di divisi recurve dan divisi nasional. Divisi recurve terbagi dalam tiga jarak. Yakni, 70, 60, dan 30 meter. Sementara divisi nasional ada 50, 40, dan 30 meter.

‘’Kalau dulu masing-masing jarak itu ada medalinya. Jadi satu atlet bisa meraih banyak medali dalam satu kejuaraan,’’ jelas warga Jalan Kepala Manis gang 2 nomor 9 Kelurahan Manisrejo tersebut.

Dalam setiap gelaran PON yang diikuti, Foury tidak pernah berhenti menyumbang medali untuk kontingen Jawa Timur. Rata-rata, dia menyumbang tiga medali emas. Hanya pada gelaran PON ke-18 di Pekan Baru, dirinya hanya menyumbang medali perak. Dia memutuskan pensiun karena memang sudah mencapai usia 50 tahun kala itu. Foury sudah berjanji untuk gantung busur pada usia 50. Padahal, banyak atlet panahan yang masih aktif meski jauh lebih tua darinya.

‘’Memang usia tidak dibatasi, tergantung atletnya. Bahkan dari beberapa negara lain ada yang 60 hingga 70 tahun masih main. Saya putuskan berhenti di 50 untuk memberi kesempatan bagi yang muda-muda,’’ ungkap warga kelahiran Surabaya tersebut.

Tak hanya moncer di PON, Foury yang juga akrab disapa Dian itu juga beberapa kali mencicipi Pelatnas. Dia kali pertama dipanggil Pelatnas panahan pada 1982. Kala itu untuk persiapan Asian Game New Delhi. Namun, sayang dia belum lolos masuk kontingen waktu itu. Biarpun begitu, ada banyak tawaran dari sejumlah provinsi untuk mengajaknya bergabung. Salah satunya, dari DKI Jakarta dan Jawa Barat. Namun, Foury memutuskan untuk kembali ke Surabaya dan menjadi atlet Jawa Timur.

‘’Sempat tergiur dengan tawaran dari Jawa Barat sebenarnya. Tetapi berkat masukan dari ibu saya, akhirnya saya putuskan untuk pulang dan menjadi atlet Jawa Timur,’’ kenang ibu dua anak itu.

Sempat Dilarang Pelatih Ikut Pelatnas

Undangan mengikuti Pelatnas masih sering diterima Foury setelah itu. Namun, tidak pernah diikutinya. Sebab, atlet yang mengikuti Pelatnas dan berhasil menjadi kontingen tanah air, dilarang turun di gelaran PON. Hal itu tentu kerugian bagi kontingen Jawa Timur. Pasalnya, Foury paling tidak selalu menyumbang medali emas di gelaran PON. Karenanya, pelatih sempat melarangnya.

‘’Saya baru merasakan kembali Pelatnas pada 2005 untuk gelaran Sea Games Filipina. Dapat perak waktu itu,’’ terangnya.

Biarpun baru kembali masuk Pelatnas pada 2005, Foury sudah kerap turun di ajang internasional. Khususnya kejuaraan di Asia. Dirinya hampir pernah mengikuti kejuaraan di semua negara asia tenggara kecuali Vietnam dan Kamboja. Sementara untuk asia timur, dia pernah ikut kejuaraan Women Islamic Game di Iran pada 2006. Pun, dia berhasil mendapatkan medali emas. Dia juga pernah mengikuti kejuaraan dunia khusus panahan. Yakni, kejuaraan Meteksan Archery World Cup 2007 bertajuk Korea Internasional Archery Tournament. Foury turun di nomor Individual Compound Women Division. Biarpun sudah berusia 45 tahun, dia berhasil meraih juara ketiga waktu itu.

‘’Jadi Meteksan itu kejuaraan series. Yang saya ikuti itu series pertama di Korea. Saya kembali mendapat undangan untuk series kedua di Turki. Tapi karena harus biaya sendiri, tidak jadi berangkat,’’ kenangnya.

Jadi Atlet Panahan Karena Tetangga

Foury mengaku tidak pernah menyangka bakal menjadi atlet panahan dan berkancah di skala internasional. Dia mengaku kenal olahraga panahan dari tetangganya di Surabaya. Tetangganya kebetulan orang Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK). Sementara istrinya merupakan atlet nasional. Diapun ditawari berlatih dan langsung mengiyakan. Foury biasa berlatih di lapangan Hoki Darmawangsa kala itu.

‘’Saat itu belum kepikiran menjadi atlet. Bahkan, saat tingkat SMA saya masuk SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas) di Sidoarjo. SPMA itu seperti SMK,’’ ujar Alumnus SMP negeri 6 Surabaya itu.

Keputusannya berubah ketika duduk di kelas 2 SPMA tersebut. Hal itu lantaran sekolah olahragawan di Ragunan Jakarta membuka cabor panahan. Dia lantas memutuskan untuk keluar dari SPMA dan masuk di sekolah olahragawan ibu kota tersebut. Foury pun rela mengulang dari kelas 1. Di sana, bakatnya mulai terasah. Bahkan, di kelas dua dia sudah mengikuti kejurnas hingga kejuaraan internasional di Thailand. Dirinya juga pernah mengikuti pertukaran atlet di Cina.

Bertemu Jodoh Orang Kota Madiun

Saat menjadi atlet Jawa Timur, Foury bertemu jodohnya. Kebetulan jodohnya orang Kota Madiun. Foury lantas pindah ke Kota Pendekar sekitar 1987. Dia juga diangkat menjadi guru di SMAN 1 Maospati dan baru purna tugas tahun kemarin. Biarpun atlet panahan, dia merupakan guru seni rupa. Maklum, sekembali ke Surabaya dari Sekolah Olahragawan Ragunan, Foury berkuliah di IKIP Surabaya dan mengambil jurusan Bahasa Jepang yang di dalamnya terdapat pembelajaran seni.

‘’Saya bergabung dengan Perpani Kota Madiun sebagai atlet dan juga pelatih pada 1993. Kemudian dipercaya menjadi Ketua Perpani Kota Madiun sejak 2022 lalu,’’ ujarnya.

Menurutnya, Panahan bukan sekedar olahraga dan hobi. Dia mengaku banyak mendapat pelajaran hidup dari olahraga panahan. Selain itu, juga media pembelajaran karakter serta penguatan mental. Dari panahan, dia belajar kesabaran dan mengambil keputusan yang tepat. Melepaskan anak panah dari busur memang tidak bisa sembarangan. Harus memperhatikan arah angin, cuaca, dan lainnya.

‘’Panahan juga mengajarkan untuk bisa menahan diri. Karena yang harus dikalahkan itu bukanlah lawan. Tetapi diri kita sendiri,’’ pungkasnya. (rams/agi/madiuntoday)