Kisah Etty Rahayu Purnomo, Perawat Puskesmas Sukosari yang Sudah 16 Tahun Beri Pelayanan Kepada ODHA




MADIUN – Hari ini, Jumat (1/12) merupakan Hari HIV-AIDS Sedunia. Peringatan Hari HIV-AIDS selalu meninggalkan kesan tersendiri bagi Etty Rahayu Purnomo. Bagaimana tidak, perawat Puskesmas Sukosari tersebut telah menjadi petugas layanan Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan HIV-AIDS sejak 16 tahun silam. Sudah banyak Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) yang pernah ditanganinya. Seperti apa?

Etty Rahayu Purnomo terlihat cekatan ketika menjelaskan terkait penanganan Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA). Maklum, perawat Puskesmas Sukosari itu sudah 16 tahun menangani ODHA di Kota Madiun. Khususnya, di wilayah kerja Puskesmas Sukosari. Pun, beberapa pasien yang ditanganinya berhasil bertahan hingga saat ini.

‘’Jadi dulu saat masih bernama Puskesmas Oro-Oro Ombo, kita Puskesmas pertama yang membuka poli pemeriksaan HIV, itu sekitar 2007 silam. Sejak saat itu saya menjadi perawat untuk layanan pemeriksaan HIV itu,’’ kata Etty, Jumat (1/12).

Layanan, lanjutnya, ditingkatkan. Puskesmas saat ini sudah bisa memberikan layanan pengobatan. Untuk Puskesmas Sukosari layanan pengobatan itu sejak 2018 lalu. Hingga saat ini, kata Etty, sudah ada sekitar 53 pasien aktif yang ditangani. Tugasnya semakin komplek. Dia harus memastikan pasien-pasien itu tetap rutin mengkonsumsi obat.

‘’Prinsipnya mereka jangan sampai putus berobat. Memang ada yang sempat enggan minum obat, tugas kita menyakinkan kembali agar mereka rutin minum lagi,’’ imbuhnya.

Etty menyebut setiap pasien yang ditanganinya memiliki kisah dan cerita masing-masing. Ada yang nurut. Ada juga yang membandel. Tidak rutin minum obat. Alasannya, klasik. Merasa sehat. Padahal, dampak virus HIV memang tidak serta merta terlihat begitu tidak minum obat. Etty menyebut tergantung kondisi pasien itu sendiri. Ada yang sepekan baru muncul gejala. Ada juga setelah berbulan-bulan.

‘’Kalau sudah putus minum obat, bisa berpengaruh pada kekebalan si virus itu sendiri. Itu kenapa ada yang harus minum obat ARV level dua. Karena obat level 1 sudah tidak mempan lagi,’’ jelasnya.

Etty biasa sampai berbusa-busa memberikan penjelasan dan dukungan kepada pasien yang putus minum obat seperti itu. ODHA, kata dia, memang butuh dukungan. Harus meminum obat seumur hidup memang tidak mudah. Pun, harus konsisten waktunya. Etty menyebut obat yang diminimu sekali sehari rentangnya harus tepat 24 jam. Begitu juga obat yang diminum dua kali sehari. Rentangnya harus 12 jam.

‘’Jadi kalau biasa minum di jam 9 pagi, Setiap harinya harus minum di jam 9 pagi. Kalau tidak bisa mempengaruhi kekebalan dari virusnya tadi,’’ jelasnya.

Mungkin itu hal sepele. Tetapi kalau setiap hari tentu butuh usaha dan upaya. Nah, ODHA seringkali putus asa karena minimnya dukungan. Sementara minum obat bagi ODHA adalah jalan satu-satunya. ARV menghambat pergerakan virus HIV sekaligus menghambat pertambahannya dalam tubuh. Sudah ada banyak yang terbantu dengan rutin mengkonsumsi ARV. Seperti cerita salah satu pasiennya. Etty pernah mendapatkan pasien dengan kondisi positif HIV. Itu diketahui saat pemeriksaan kesehatan untuk calon pengantin di Puskesmas Sukosari.

‘’Yang positif itu calon pengantin laki-lakinya. Kemudian kita beri penjelasan dan harus bagaimana dalam menjalani hubungan. Ternyata, sampai saat ini istrinya tetap negatif dan mereka juga memiliki anak yang juga negatif,’’ jelasnya.

HIV, kata dia, memang bisa ditularkan dari hubungan seksual. Tetapi dengan rutin meminum ARV, virus HIV dalam tubuh bisa dikendalikan. Pasangan suami-istri diperbolehkan berhubungan dengan tanpa pengamanan di waktu dan kondisi tertentu. Kondisi itu didasarkan hasil hanya pemeriksaan tingkat keaktifan virus. Waktunya, hanya pada saat masa subur. Di luar itu, harus pakai pengaman.

‘’Ada juga cerita dari pasangan suami-istri yang keduanya positif HIV. Mereka dikaruniai anak dan ternyata anaknya negatif. Ini juga berkat rutin mengkonsumsi ARV,’’ jelasnya.

Namun, ada juga kisah yang berakhir sebaliknya. Dari pasien yang ditanganinya sudah ada dua orang yang meninggal. Permasalahannya sama, tidak rutin mengkonsumsi obat. Etty mengaku sudah berupaya semaksimal mungkin. Namun, ada beberapa yang menghilang. Tidak menjawab saat dihubungi atau sudah pindah domisili. Namun, baginya melayani pasien ODHA sekaligus menjadi amal ibadah tersendiri. Apalagi, berhasil menjaga mereka tetap semangat untuk rutin mengkonsumsi obat.

‘’Menjadi ODHA mungkin sebuah penyesalan besar. Para ODHA ini secara mental pasti sudah sangat terpukul. Mereka butuh dukungan. Senang rasanya bisa memberikan semangat itu agar mereka tetap bisa terus bertahan,’’ pungkasnya. (rams/agi/madiuntoday)